DALAM dua bulan akhir ini Jakarta telah
dilanda dua kali banjir besar. Berdasarkan berita surat kabar banjir
yang pertama pada permulaan bulan Januari genangannya lebih dalam,
tetapi luasnya lebih kecil, daripada banjir yang kedua pada bulan
Februari ini. Keduanya menyebabkan kerugian dan penderitaan yang besar
pada rakyat. Pada banjir yang kedua daerah elite pun, seperti Jl.
Thamrin, tidak luput dari genangan.
Badan Meteorologi dan Geofisika
memprakirakan masih akan ada hujan besar lagi dalam bulan Maret. Akankah
Jakarta kena banjir lagi?
Penyebab banjir di Jakarta tidaklah sederhana, melainkan rumit. Sebagian penyebab itu bersifat alamiah dan sebagian lagi dampak perbuatan manusia. Keduanya saling berinteraksi.
Jakarta terletak di daerah dataran rendah dengan topografi yang landai. Letak Jakarta di tepi pantai laut dan hanya sedikit saja di ataspermukaan laut. Ini nampak dengan jelas di jalur jalan tol Prof. Sedyatmo. Pada waktu tidak banjir pun permukaan rawa bakau terletak di bibir jalan permukaan jalan. Beberapa sungai bermuara di dan di sekitar Jakarta. Sungai Ciliwung malahan mengalir di tengah kota. Karena topografi yang landai itu air sungai tidak dapat mengalir dengan cepat ke laut. Lagi pula kecepatan aliran air sungai itu terhambat pada waktu air laut pasang. Aliran air sungai yang lambat dan letak Jakarta yang rendah mempermudah terjadinya banjir.
Penyebab banjir di Jakarta tidaklah sederhana, melainkan rumit. Sebagian penyebab itu bersifat alamiah dan sebagian lagi dampak perbuatan manusia. Keduanya saling berinteraksi.
Jakarta terletak di daerah dataran rendah dengan topografi yang landai. Letak Jakarta di tepi pantai laut dan hanya sedikit saja di ataspermukaan laut. Ini nampak dengan jelas di jalur jalan tol Prof. Sedyatmo. Pada waktu tidak banjir pun permukaan rawa bakau terletak di bibir jalan permukaan jalan. Beberapa sungai bermuara di dan di sekitar Jakarta. Sungai Ciliwung malahan mengalir di tengah kota. Karena topografi yang landai itu air sungai tidak dapat mengalir dengan cepat ke laut. Lagi pula kecepatan aliran air sungai itu terhambat pada waktu air laut pasang. Aliran air sungai yang lambat dan letak Jakarta yang rendah mempermudah terjadinya banjir.
Sungai di Jakarta, seperti Ciliwung,
banyak berkelok. Suatu hal yang normal pada sungai di dataran rendah.
Kelokan yang banyak menghambat aliran sungai, sehingga waktu debit air
besar, air itu mudah meluap. Terjadilah banjir. Masalah ini dapat
diatasi dengan normalisasi sungai, yaitu meluruskan alur sungai. Secara
teknis ini tak sulit. Tetapi masalah sosial-ekonominya besar, yaitu
memerlukan memindahkan banyak permukiman.
Laju erosi di DAS sungai-sungai yang
mengalir di dan di sekitar Jakarta adalah tinggi. Ini nampak dari warna
air sungai yang cokelat pekat yang menunjukkan kandungan lumpur yang
tinggi. Dengan aliran sungai yang lambat banyak lumpur yang mengendap
sehingga terjadi pendangkalan sungai-sungai. Pendangkalan oleh lumpur
erosi diperparah lagi oleh sampah yang banyak dibuang ke sungai. Dengan
adanya pendangkalan itu volume alur sungai berkurang. Masalah ini
diperparah lagi dengan sampah yang banyak menyumbat sungai dan got.
Pendangkalan merupakan faktor penyebab banjir, karena volume air yang dapat tersalurkan melalui alur sungai berkurang sehingga lebih mudah meluap. Dengan lain perkataan makin mudah terjadi banjir. Masalah ini dapat dikurangi atau diatasi dengan mengeruk sungai dan membuat atau mempertinggi tanggul. Tetapi karena laju erosi tetap tinggi, pengerukan itu harus terus-menerus dilakukan. Jika laju pengerukan lebih rendah daripada laju pendangkalan, tanggul harus terus dipertinggi. Akhirnya, kota akan terletak di bawah sungai, seperti halnya banyak desa dan kota di sepanjang Cimanuk dan Bengawan Solo. Bahayanya ialah apabila terjadi banjir besar dan tanggul jebol. Malapetakalah yang menanti.
Cara lain ialah membuat saluran banjir (banjir kanal) baru di barat dan timur Jakarta untuk menyalurkan air sungai dengan cepat ke laut.
Pendangkalan merupakan faktor penyebab banjir, karena volume air yang dapat tersalurkan melalui alur sungai berkurang sehingga lebih mudah meluap. Dengan lain perkataan makin mudah terjadi banjir. Masalah ini dapat dikurangi atau diatasi dengan mengeruk sungai dan membuat atau mempertinggi tanggul. Tetapi karena laju erosi tetap tinggi, pengerukan itu harus terus-menerus dilakukan. Jika laju pengerukan lebih rendah daripada laju pendangkalan, tanggul harus terus dipertinggi. Akhirnya, kota akan terletak di bawah sungai, seperti halnya banyak desa dan kota di sepanjang Cimanuk dan Bengawan Solo. Bahayanya ialah apabila terjadi banjir besar dan tanggul jebol. Malapetakalah yang menanti.
Cara lain ialah membuat saluran banjir (banjir kanal) baru di barat dan timur Jakarta untuk menyalurkan air sungai dengan cepat ke laut.
DENGAN makin banyaknya pembangunan, makin
banyak permukaan tanah yang tertutup oleh jalan, beton dan perumahan.
Menurut berita koran-koran luas taman di Jakarta telah berkurang. Karena
itu laju peresapan air ke dalam tanah menurun. Daerah situ (danau) yang
dulu banyak terdapat di daerah dan di sekitar Jakarta telah banyak yang
digunakan untuk pembangunan. Ini pun mengurangi laju peresapan air.
Karena air yang dapat meresap ke dalam tanah berkurang, makin banyaklah
air yang tinggal di atas permukaan tanah pada waktu hujan. Bahaya banjir
pun bertambah. Tidak mudahlah mengatasi masalah ini, karena jalan,
gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan pemukiman tidak dapat
dibongkar lagi.
Sebagian rawa di daerah Jakarta, misalnya
Pantai Indah Kapuk, telah dibangun untuk permukiman dengan segala
fasilitasnya. Pembangunan rawa itu mengurangi daya retensi air, yaitu
tempat penampungan air sebelum mengalir ke laut. Jadi rawa itu semacam
tempat “parkir” air sebelum mengalir ke laut. Hilangnya situ-situ juga
mengurangi daya tampung tempat “parkir” air. Karena tempat “parkir”-nya
berkurang, air itu mencari tempat lain untuk “parkir”. Celakanya tempat
“parkir” itu merupakan hunian, jalan dan tempat bisnis. Untuk mengurangi
bahaya banjir di tempat permukiman baru di bekas rawa itu, air dipompa.
Air yang dipompa itu mencari tempat untuk mengalir atau “parkir”.
Dengan lain perkataan air pompaan itu menambah volume banjir di tempat
lain.
Jakarta mengalami keamblesan, yaitu
permukaan tanah ambles atau turun. Banyak orang berpendapat keamblesan
itu disebabkan oleh terlalu banyaknya disedot air tanah. Sebagian lagi
menyatakan bahwa keamblesan itu adalah suatu peristiwa alamiah. Mungkin
juga ada interaksi antara keduanya, yaitu ada keamblesan alamiah yang
dipercepat oleh adanya pembangunan. Apa pun sebabnya, keamblesan itu
menyebabkan letak Jakarta makin rendah terhadap permukaan air sungai dan
laut sehingga bahaya banjirnya bertambah. Untuk mengurangi bahaya itu
jalan dipertinggi. Misalnya, Jl. Thamrin telah dipertinggi dan untuk
beberapa tahun lamanya Jl. Thamrin bebas banjir sampai kemudian pada
hari Sabtu, 10 Februari, Jl. Thamrin kebanjiran lagi. Untuk mengatasi
ini Jl. Thamrin dapat dipertinggi lagi. Dengan tindakan ini Jl. Thamrin
untuk beberapa tahun yang akan datang akan bebas banjir. Tetapi
sementara itu air akan mencari jalan lain. Jadi dengan mempertinggi Jl.
Thamrin itu bahaya banjir di daerah lain meningkat. Untuk mengurangi
bahaya ini, dapat juga tanggul disepanjang sungai lebih dipertinggi lagi
atau/dan membuat saluran banjir baru.
Daerah di bagian hulu DAS sungai yang
mengalir di dan di sekitar Jakarta mengalami pembangunan yang pesat.
Pembangunan terbesar kita dapatkan di DAS hulu Ciliwung yang nampak
dengan jelas di daerah Puncak. Perumahan telah makin merayap ke atas
bukit-bukit dan makin sedikit terdapat hutan dan belukar. Lereng yang
curam pun tidak luput dari incaran pembangunan vila-vila. Demikian pula
di DAS hulu Cisadane terdapat pembangunan yang pesat.
Pembangunan perumahan yang mengurangi
hutan dan belukar menurunkan laju peresapan air ke dalam tanah sehingga
air larian makin besar. Padahal DAS hulu itu mempunyai curah hujan yang
tinggi sehingga volume banjir kiriman meningkat.
Kini makin banyak orang yang condong mempercayai bahwa pemanasan global mungkin sekali telah mulai terjadi. Analisis data statistik suhu permukaan bumi menunjukkan, dalam 100 tahun terakhir ini suhu permukaan bumi telah naik dengan 0.5 derajat Celsius. Seperti telah banyak diuraikan di surat kabar, pemanasan global itu disebabkan oleh naiknya kadar gas rumah kaca (GRK) di dalam atmosfer. GRK yang utama ialah CO2, CFC dan metan. Pemantauan menunjukkan bahwa kadar gas-gas ini di atmosfer memang menunjukkan gejala untuk terus meningkat. Dampak pemanasan global ialah berubahnya iklim dan naiknya permukaan laut. Perubahan iklim berupa, antara lain, musim hujan dan kemarau yang tidak menentu, perubahan curah hujan dan meningkatnya intensitas badai. Akhir-akhir ini iklim nampaknya menjadi kacau. Gelombang panas melanda Amerika Serikat disusul oleh badai salju yang abnormal. Banjir besar mengamuk di Amerika Serikat, Cina dan tempat lain. Salah satu prakiraan perubahan iklim ialah akan naiknya curah hujan di daerah Asia Tenggara. Jika ini benar terjadi, kemungkinan terjadinya curah hujan yang besar di Jakarta dan DAS hulu akan meningkat sehingga banjir yang lebih besar tak dapat dielakkan lagi.
Kenaikan permukaan laut berarti letak Jakarta relatif terhadap permukaan laut akan turun sehingga bahaya banjir juga meningkat.
Kini makin banyak orang yang condong mempercayai bahwa pemanasan global mungkin sekali telah mulai terjadi. Analisis data statistik suhu permukaan bumi menunjukkan, dalam 100 tahun terakhir ini suhu permukaan bumi telah naik dengan 0.5 derajat Celsius. Seperti telah banyak diuraikan di surat kabar, pemanasan global itu disebabkan oleh naiknya kadar gas rumah kaca (GRK) di dalam atmosfer. GRK yang utama ialah CO2, CFC dan metan. Pemantauan menunjukkan bahwa kadar gas-gas ini di atmosfer memang menunjukkan gejala untuk terus meningkat. Dampak pemanasan global ialah berubahnya iklim dan naiknya permukaan laut. Perubahan iklim berupa, antara lain, musim hujan dan kemarau yang tidak menentu, perubahan curah hujan dan meningkatnya intensitas badai. Akhir-akhir ini iklim nampaknya menjadi kacau. Gelombang panas melanda Amerika Serikat disusul oleh badai salju yang abnormal. Banjir besar mengamuk di Amerika Serikat, Cina dan tempat lain. Salah satu prakiraan perubahan iklim ialah akan naiknya curah hujan di daerah Asia Tenggara. Jika ini benar terjadi, kemungkinan terjadinya curah hujan yang besar di Jakarta dan DAS hulu akan meningkat sehingga banjir yang lebih besar tak dapat dielakkan lagi.
Kenaikan permukaan laut berarti letak Jakarta relatif terhadap permukaan laut akan turun sehingga bahaya banjir juga meningkat.
Jika benar telah terjadi pemanasan
global, tak banyaklah yang dapat kita perbuat untuk menghentikan proses
itu. Usaha internasional seperti tertera dalam Konvensi Perubahan Iklim
yang dihasilkan dalam KTT Bumi di Rio-lah yang diperlukan untuk
mengurangi laju pemanasan global.
URAIAN di atas menunjukkan, banjir di
Jakarta merupakan masalah yang kompleks. Dari segi geografis Jakarta
adalah rentan banjir. Jika pada suatu ketika terjadi kombinasi faktor
air laut pasang, curah hujan lokal tinggi dan dibarengi curah hujan di
DAS hulu yang tinggi juga, akan terjadilah banjir besar. Semua faktor
menunjukkan dipercepat sehingga tekanan pembangunan terhadap Jakarta
berkurang dan dengan demikian laju pertumbuhannya menurun. Pembangunan
kota perdagangan, industri dan pasar modal, termasuk sistem perizinan,
di luar Jakarta, seperti Surabaya, Medan dan Ujungpandang, lebih
digalakkan sehingga orang tidak perlu ke Jakarta untuk mengembangkan
bisnisnya. Bahkan bisnis di luar Jakarta harus lebih besar daripada di
Jakarta.
Bukalah kesempatan selebar-lebarnya agar
modal mencari tempat yang lebih menguntungkan daripada di Jakarta.
Dengan berkurangnya tekan pembangunan terhadap Jakarta, perambahan jalur
hijau, rawa dan situ tempat “parkir” air dan pembangunan di DAS hulu
sungai-sungai akan dapat terkendali.
Di Amerika Serikat, ibu kota negara
bagian bukanlah kota besar. Ibu kota negara bagian California, misalnya,
bukanlah San Francisco atau Los Angeles, melainkan Sacramento, sebuah
kota kecil di sebelah utara San Francisco. Karena itu tak apalah jika
Jakarta menjadi lebih kecil daripada kota lain.
Alternatif lain ialah memindahkan Ibu
Kota. Dengan ini pertumbuhan Jakarta diharapkan dapat dikurangi. Tentu
bukan maksudnya untuk membunuh Jakarta melainkan untuk membuat
pembangunan di Jakarta menjadi terkendali. Tetapi pemindahan Ibu Kota
tanpa desentralisasi akan memindahkan masalah saja dan bukannya
memecahkan masalah.
Alternatif-alternatif di atas ataupun
alternatif lain mana pun yang akan diambil, akan terasa sakit. Tetapi
jika tidak diambil tindakan yang tegas, Jakarta akan makin menderita.
Hukum ekologi menunjukkan bahwa tak ada pertumbuhan eksponesial yang
berkelanjutan.sumber : http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-banjir/otto-soemarwoto/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar